Kamis, 08 Maret 2018

Model Pembelajaran Perubahan Perilaku


A.    Konsep Model Pembelajaran Modifikasi Tingkah Laku
Keluarga model-model tingkah laku ini penekanannya adalah atas usaha-usaha menciptakan sistem yang efisien bagi kegiatan-kegiatan pembelajaran dan modifikasi (shaping) tingkah laku dengan manipulasi penguatan (reinforcement). Model modifikasi tingkah laku mengenal perubahan-perubahan tingkah laku lalu mengutamakan perubahan-perubahan eksternal tingkah laku peserta didik beserta deskripsinya berupa tingkah laku yang tampak. Ke dalam keluarga model ini diwakili oleh model operant conditioning (Operant Conditioning Model). Model ini biasanya dipergunakan secara luas untuk mencapai bermacam tujuan. Dapat pula dipergunakan sebagai komplementer terhadap model-model lainnya. Dalam memilih berbagai model biasanya guru menggunakan strategi modifikasi tingkah laku dengan tidak sengaja.

B.     Model-model Sistem Perilaku
Semua model dalam kelompok ini memiliki dasar teoritis yang sama, suatu body of knowledge yang merujuk pada teori behavioral. Model-model ini menekankan pada upaya untuk mengubah perilaku yang tampak dari para siswa. Beberapa model yang termasuk dalam kategori ini antara lain:
1.     Model Instruksi Langsung
Instruksi langsung memainkan peran yang terbatas namun penting dalam program pendidikan yang komprehensif. Kritik terhadap instruksi langsung memperingatkan pada kita bahwa pendekatan ini seharusnya tidak digunakan setiap saat, untuk semua pendidikan atau untuk semua siswa. Beberapa keunggulan terpenting dari instruksi langsung ini adalah adanya fokus akademik, arahan dan kontrol guru, harapan yang tinggi terhadap perkembangan siswa, sistem manajemen waktu, dan atmosfer akademik yang relatif stabil.
a.      Sintaks
Tahap 1: Orientasi
a.       Guru menentukan materi pelajaran
b.      Guru meninjau pelajaran sebelumnya
c.       Guru menentukan tujuan pelajaran
d.      Guru menentukan prosedur pengajaran
Tahap 2: Presentasi
a.       Guru menjelaskan konsep atau keterampilan baru
b.      Guru menyajikan representasi visual atas tugas yang diberikan
c.       Guru memastikan pemahaman
Tahap 3: Praktik yang terstruktur
a.       Guru menuntun kelompok siswa dengan contoh praktik dalam beberapa langkah
b.      Siswa merespon pertanyaan
c.       Guru memberikan koreksi terhadap kesalahan dan memperkuat praktik yang telah benar
Tahap 4: Praktik di bawah bimbingan
a.       Siswa berpraktik secara semi-independen
b.      Guru menggilir siswa untuk melakukan praktik dan mengamati praktik
c.       Guru memberikan tanggapan balik berupa pujian, bisikan, maupun petunjuk
Tahap 5: Praktik mandiri
a.       Siswa melakukan praktik secara mandiri di rumah atau di kelas
b.      Guru menunda respon balik dan memberikannya di akhir rangkaian praktik
c.       Praktik mandiri dilakukan beberapa kali dalam periode waktu yang lama

b.      Sistem sosial
Sistem sosial dalam model instruksi langsung ini benar-benar terstruktur.
Peran/tugas guru
Tugas guru adalah menyediakan pengetahuan mengenai hasil-hasil, membantu siswa mengandalkan diri mereka sendiri, dan memberikan reinforcement.
c.       Sistem dukungan
Sistem dukungan mencakup rangkaian tugas pembelajaran, yang terkadang sama rumitnya dengan seperangkat materi yang dikembangkan sendiri oleh tim instruktur.
Pengaruh
Model ini sebagaimana namanya adalah bimbingan dan pemberian respon balik secara langsung. Model ini menuntun siswa untuk mendekati materi akademik secara sistematik. Rancangannya dibentuk untuk meningkatkan dan memelihara motivasi, melalui aktivitas pengendalian diri dan penguatan ingatan terhadap materi-materi yang telah dipelajari.
2.     Model Simulasi
Simulasi pada hakikatnya di dasarkan pada prinsip sibernetik yang dihubungkan dengan komputer. Fokus utama dalam teori ini adalah munculnya kesamaan antara mekanisme kontrol timbal balik sistem elektronik dengan sistem-sistem manusia. Dengan simulasi, tugas pembelajaran dapat dirancang sedemikian rupa agar tidak begitu rumit daripada tampak di dunia nyata, sehingga siswa bisa dengan mudah dan cepat menguasai skill yang tentu saja akan sangat sulit ketika mereka mencoba menguasai di dunia nyata.
a.      Sintaks
Tahap 1: Orientasi
a.      Guru menyajikan topik mengenai simulasi dan konsep yang akan dipakai dalam aktivitas simulasi
b.     Guru menjelaskan simulasi dan permainan
c.      Guru menyajikan ikhtiar simulasi
Tahap 2: Latihan partisipasi
a.      Guru membuat skenario (aturan, peran, prosedur, skor, tipe keputusan yang akan dipilih, dan tujuan)
b.     Guru menugaskan peran simulasi kepada siswa
c.      Siswa melaksanakan praktik dalam jangka waktu yang singkat
Tahap 3: Pelaksanaan simulasi
a.      Guru memimpin aktivitas permainan dan administrasi permainan
b.     Siswa mendapat umpan balik dan evaluasi (mengenai penampilan dan pengaruh keputusan)
c.      Guru menjelaskan kesalahan konsepsi
d.     Siswa melanjutkan simulasi
Tahap 4: Wawancara siswa
a.      Guru menyimpulkan kejadian dan persepsi
b.     Siswa menyimpulkan kesulitan dan pandangan-pandangannya
c.      Guru dan siswa menganalisis proses
d.     Guru dan siswa membandingkan aktivitas simulasi dengan dunia nyata
e.      Siswa menghubungkan aktivitas simulasi dengan materi pelajaran
f.       Guru menilai dan kembali merancang simulasi
b.      Sistem sosial
Sistem sosial adalah simulasi yang tentu saja sangat kental. Namun, dalam sistem yang terstruktur, lingkungan pembelajaran dengan interaksi kooperatif bisa, dan seharusnya berkembang. Kesuksesan terakhir dalam simulasi sebenarnya juga ditentukan oleh kerjasama dan kemauan untuk berpartisipasi dalam diri siswa.
Peran/tugas guru
Peran guru tidak jauh berbeda dengan fasilitator. Selama proses simulasi ia harus menunjukkan sikap yang tidak evaluatif namun tetap suportif. Di sini guru bertugas menyajikan, lalu memfasilitasi pemahaman dan penafsiran tentang aturan-aturan simulasi.
c.       Sistem pendukung
Ada banyak sumber dalam hal ini. Misalnya saja, social science education consortium data book yang menyajikan lebih dari lima puluh simulasi yang cocok digunakan dalam studi sosial. Aktivitas-aktivitas simulasi juga direview secara regular dalam jurnal social education.
Pengaruh
Model simulasi melalui aktivitas nyata dan diskusi di awal kegiatan dapat menuntun pada pencapaian hasil-hasil akademik seperti konsep dan skill, kerjasama dan persaingan, pemikiran kritis dan pembuatan keputusan, pengetahuan sistem politik, sosial, dan ekonomi, efektivitas, kesadaran terhadap masing-masing peran dan menerima konsekuensi yang dilakukan.

3.     Operant Conditioning (Operant Conditioning Model)
Pengetahuan tentang operant conditioning model ini berasal dari ilmuwan B.F Skinner dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa melalui hubungan antara tindakan-tindakan dengan konsekuensinya, kita belajar berperilaku dengan cara-cara tertentu. Model ini merupakan proses pembelajaran melalui rewards dan punishmant, atau disebut juga instrumental conditioning, yakni perilaku kita biasanya menghasilkan konsekuensi. Jika aktivitas yang kita lakukan berdampak menyenangkan  (positif), maka dimasa yang akan datang kita cenderung untuk tidak mengulangnya. Gejala ini disebut sebagai the law of effect yang sangat fundamental bagi operant conditioning.
a.      Sintaks
Fase I : Perhatian (attention)
Fase II : Penguasaan (retention)
Fase III: Penciptaan kembali perilaku (behavioral reproduction)
Fase IV : Motivasi (motivation)
b.      Prinsip reaksi
a.      Guru memberi model sebagai petunjuk kepada peserta didik bagaimana aktivitas yang efektif
b.     Peserta didik melakukan aktivitas berdasarkan model (meniru) yang diberikan
c.      Guru memberi motivasi dan penghargaan
c.       Sistem sosial
a.       Punishment merupakan penetapan konsekuensi negatif atas perilaku yang tidak diinginkan. Punishment ditetapkan agar perilaku tersebut tidak dilakukan.
b.      Extinction merupakan satu proses penghilangan perilaku yang semula diharapkan untuk dilakukan. Extinction dilakukan dengan cara tidak lagi memberikan konsekuensi atas perilaku yang semula diinginkan tersebut atau dengan cara menghentikan konsekuensi positif atas perilaku yang dihilangkan.
d.      Sistem pendukung
Sistem pendukungnya terutama terletak pada kompetensi guru mengenal karakteristik peserta didik, khususnya kondisi mental dan kejiwaan peserta didik.

C.    Karakteristik Modifikasi Perilaku
a.      Fokus pada perilaku (focuses on behavior)
Artinya menempatkan penekanan pada perilaku yang dapat diukur berdasarkan atas dimensi-dimensinya, seperti frekuensi, durasi, dan intensitasnya.
b.     Menekankan pengaruh belajar dan lingkungan
Artinya bahwa prosedur dan teknik treatment menekankan pada modifikasi lingkungan tempat dimana individu tersebut berada, sehingga membantunya dalam berfungsi secara lebih baik dalam masyarakat.
c.      Mengikuti pendekatan ilmiah
Artinya bahwa penerapan modifikasi perilaku memakai prinsip-prinsip dalam psikologi belajar, dengan penempatan orang, objek, situasi, atau peristiwa sebagai stimulus, serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
d.     Menggunakan metode-metode aktif dan pragmatik untuk mengubah perilaku
Maksudnya bahwa dalam modifikasi perilaku lebih mengutamakan aplikasi dari metode atau teknik-teknik yang telah dikembangkan dan mudah untuk diterapkan.

D.    Prinsip-Prinsip dalam Modifikasi Perilaku
a.      Kebanyakan tingkah laku manusia adalah hasil belajarnya, karena itu dapat diubah dengan belajar.
b.     Target tingkah laku yang mudah diubah adalah tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Tingkah laku itu perlu dirinci dengan jelas indikatornya.
c.      Tingkah laku dapat diubah dengan memanipulasi kondisi belajar.
d.     Meskipun ada keterbatasan tertentu (pengaruh temperamen atau emosional), semua anak berfungsi lebih efektif, jika mengalami konsekuensi yang tepat.


 
DAFTAR PUSTAKA

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sarbaini. 2011. Model Mengajar Berbasis Kognitif dan Moral. Yogyakarta: Aswijaya Pressindo.
Sardiman. 2011. Interaksi  dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:  PT Raja Grafindo Persada.


Model Pembelajaran Individual



A.  Pengertian Model pembelajaran individual
Model pembelajaran individual adalah model pembelajaran yang menekankan  pada  pengembangan  konsep  diri  setiap  individu.  Hal  ini  meliputi pengembangan proses individu dan membangun serta mengorganisasikan dirinya sendiri. Model  pembelajaran memfokuskan  pada  konsep  diri  yang  kuat  dan realistis  untuk  membantu  membangun  hubungan yang produktif dengan orang lain dan  lingungannya. Model ini  bertitik  tolak dari  teori  Humanistik, yaitu berorientasi  pada  pengembangan  individu.  Perhatian  utamanya  pada  emosional peserta didik dalam mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya.  Model  ini  menjadikan  pribadi  peserta  didik  mampu  membentuk hubungan  harmonis  serta  mampu  memproses  informasi  secara  efektif. Tokoh humanistik  adalah  Abraham  Maslow  (1962),  R. Rogers,  C.  Buhler  dan  Arthur Comb. Dengan demikian, model ini diusahakan untuk memungkinkan siswa atau peserta didik dapat memahami keberadaan   dirinya   sendiri   secara   baik, bertanggung  jawab,  dan  lebih  kreatif  untuk  mencapai  kualitas  hidup  yang  lebih baik. Fase  Penerapan  Model  Pembelajaran  Personal  Kepada  Peserta didik. Dalam  penerapan  model  pembelajaran  personal  kepada  peserta  didik memiliki beberapa fase atau tahapan. Menurut Rogers (1986) ada lima fase dalam model pembelajaran individual, yaitu :
1.      Mengartikan situasi yang sudah ada, yaitu guru memberikan motivasi agar siswa bebas berekpresi. 
2.      Mengembangkan   wawasan,   siswa   mendiskusikan   masalah   dan   guru
3.      memotivasi dan membantu penyelesaian masalah siswa.
4.      Mengeksplorasi Masalah, siswa dimotivasi untuk mendifinisikan masalah 
 5.      yang dihadapi. Guru menerima dan mengklarifikasi ide siswa.
6.      Merencanakan dan membuat keputusan, guru mengklarifikasi berbagai kemungkinan keputusan yang diambil siswa. Siswa merencanakan tindakan awal sesuai dengan keputusan yang diambil. 
7.      Mengintegrasikan, siswa menambah pengetahuan yang lebih baik  dan mengembangkan beberapa tindakan yang positif. Guru memberikan motivasi.
Jadi, model  personal  lebih  menekanan  pada  kesadaran  pribadi  dalam proses pembelajaran.
B.     Tujuan model pembelajaran individual
Model-model yang termasuk dalam kategori model ini umumnya berkaitan dengan individu dan pengembangan diri sendiri. Model-model ini menekankan pada pengembangan individu untuk menjadi pribadi yang utuh,  percaya diri, dan kompeten. Model-model ini juga berusaha membantu siswa dalam memahami dirinya sendiri dan tujuan tujuannya, mengembangkan cara-cara mengajar diri sendiri. Ada banyak model pengajaran personal yang dikembangkan oleh para konselor, terapis, dan individu-individu lain yang tertarik dalam mensimulasikan kreativitas dan ekspresi diri individu.
Menurut Syaharudin (2012;1) model pembelajaran individual memiliki beberapa tujuan. Pertama, menuntun siswa untuk memiliki kekuatan mental yang lebih baik dan kesehatan emosi yang lebih memadai dengan cara mengembangkan kepercayaan diri dan perasaan realistis serta menumbuhkan empati pada orang lain. Kedua, meningkatkan proporsi pendidikan yang berasal dari kebutuhan dan aspirasi siswa sendiri, melibatkan semua siswa dalam proses menentukkan apa yang akan dikerjakannya atau bagaimana cara ia mempelajarinya. Ketiga, mengembangkan jenis-jenis pemikiran kualitatif tertentu, seperti kreativitas dan ekspresi pribadi.
Tujuan utama kategori model ini adalah :
1.      Meningkatkan harga diri siswa
2.      Membantu siswa memahami dirinya secara utuh
3.    Membantu siswa mengenali emosinya dan menjadi lebih sadar bagaimana emosi tersebut bisa mempengaruhi terhadap aspek-aspek lain dalam perilaku mereka.
4.      Membantu mereka mengembangkan tujuan tujuan belajar
5.      Membantu siswa mengembangkan rencana meningkatkan kompetensinya
6.      Meningkatkan kreativitas dan gaya permainan siswa
7.     Meningkatkan keterbukaan siswa dan keterbukaan siswa pada pengalaman-pengalaman baru

C.    Prinsip dan Karakteristik Umum Model pembelajaran individual
Beberapa prinsip dan karakteristik umum model pembelajaran individual adalah sebagai berikut:
a.       Pembelajaran berpusat kepada siswa (student centered). Siswa diberikan kebebasan berkreativitas mencapai tujuan pembelajarannya. Bahkan dalam teori model pembelajaran humanis murni tujuan pembelajaran tidak dinyatakan dan disamakan. Semua siswa diberikan kebebasan menentukan tujuan yang diinginkannya.
b.      Pembelajaran berfokus pada pengembangan mental belajar dan penajaman kreativitas siswa. Mental belajar berupa kesadaran diri, konsep diri, pemahaman diri tentang segala potensinya dan memahami cara mengembangkannya sesuai dengan gaya belajar yang disukainya.
c.       Kegiatan pembelajaran harus dikemas secara fleksibel, menarik dan tidak membosankan. Kegiatan pembelajaran dilakukan sepenuh hati. Karena tidak ada paksaan dan tidak ada standar baku yang disamakan kepada semua siswa. Sehingga masing-masing siswa akan menampilkan performanya masing-masing.
d.      Guru berperan sebagai fasilitator dan pengarah proses belajar siswa
e.       Siswa diberikan kebebasan dalam menentukan cara, metode, strategi bahkan bahan ajar dan lingkungan belajarnya sesuai dengan keinginan dan gaya belajarnya masing-masing yang penting tujuan umum pembelajaran tercapai
f.       Proses  penilaian  berfokus  pada  produktivitas  karya  kreatif  siswa.
Sesuai dengan minat dan bakat serta potensi yang dikembangkannya. Proses evaluasi tidak mengenal standar yang disamakan antara semua siswa sebagaimana proses evaluasi dalam teori pembelajaran berhavioristik.

D.    Jenis – Jenis Model pembelajaran individual
Ada beberapa model pembelajaran yang menurut para ahli dikategorikan kedalam rumpun model pembelajaran individual. Secara umum tergambar dalam tabel berikuut ini:


Tabel 1. Rumpun model pembelajaran individual
No
Model
pembelajaran
Tokoh
Tujuan
1
Pengajaran non – direktif
Carl Rogers
Penekanan pada pembentukan kemampuan untuk perkembangan pribadi dalam arti kesadaran diri, pemahaman diri, kemandirian, dan
konsep diri.
2
Latihan Kesadaran
Fritz    Peris, Willian
Schultz
Meningkatkan               kemampuan seseorang untuk eksplorasi diri dan
kesadaran      diri.      Banyak menekankan pada perkembangan
kesadaran dan pmehaman antar pribadi.
3
Sinetik
Wilian Gordon
Perkembangan       pribadi                              dalam kreativitas dan pemecahan masalah
kreatif
4
Sistem-sistem Konseptual
Davit Hunt
Dirancang     untuk    meningkatkan
kekomplekan       dan      keluwesan pribadi
5
Pertemuan Kelas
William Glasser
Perkembangan     pemahaman     diri dan tanggung jawab kepada diri
sendiri dan kelompok sosial
Sumber : Rusman, (2014:143).
Berbicara lebih jauh tentang model pembelajaran ini, Joyce dan Weil (1986) mengemukakan beberapa key ideas yang perlu kita pahami sebagai komponen suatu model pembelajaran :
1.      Sintaks (Syntax) daripada model, yaitu langkah-langkah, fase-fase, atau urutan kegiatan pembelajaran. Jadi sintaks itu adalah deskripsi model dalam action. Setiap model mempunyai sintaks atau struktur model yang berbeda-beda
2.      Prinsip Reaksi (Principle of Reaction) yaitu reaksi pembelajar atas aktivitas-aktivitas pebelajar. Jadi prinsip reaksi itu akan membantu memilih reaksi-reaksi apa yang efektif dilakukan pebelajar.
3.      Sistem-Sosial (social system)
Sistem sosial ini mencakup, 3 (tiga) pengertian utama yaitu :
      deskripsi rnacam-macam peranan pembelajar dan pebelajar
      deskripsi hubungan hirarkis/ otoritas pembelajar dan pebelajar,
      deskripsi macam-macam kaidah untuk mendorong pebelajar.
Sistem sosial sebagai unsur model agaknya kurang berstruktur dibandingkan dengan unsur sintaks.
4.      Sistem Pendukung (Support System)
Sistem pendukung ini sesungguhnya merupakan kondisi yang dibutuhkan oleh suatu model. Jadi, bukanlah model itu sendiri. Sistem pendukungnya bertolak dari pertanyaan-pertanyaan dukungan apa yang dibutuhkan oleh suatu model agar tercipta lingkungan khusus. Dalam hubungan ini, sistem pendukung itu berupa kemampuan/keterampilan dan fasilitas-fasilitas teknis. Sistem pendukung diturunkan dari dua sumber yaitu kekhususan-kekhususan peranan pembelajar dan tuntutan pebelajar. Dalam proses pembelajaran umumnya membutuhkan transkrip atau deskripsi peristiwa pembelajaran bagi pengguna model-model tertentu. Di samping itu dibutuhkan pula analisis kesulitan pelajaran dan analisis kesulitan-kesulitan khusus penggunaan model. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa setiap model mempunyai kegunaan utama di samping kegunaan-kegunaan lainnya yang dapat diterima.
5.      Dampak instuksional (Instructional effects)
Dalam hal ini beberapa model didesain untuk tujuan-tujuan yang amat spesifik dan beberapa lainnya dapat dipergunakan secara umum. Penggunaan model manapun harus dapat memberi efek belajar bagi pebelajar. Efek belajar ini dapat berupa direct atau instructional effects atau berupa indirect. Instructional effects adalah pencapaian tujuan sebagai akibat kegiatan- kegiatan instruksional. Biasanya beberapa pengetahuan Biasanya beberapa pengetahuan/ketrampilan.
6.      Dampak Pengiring (nurturant effect)
Nurturant effect adalah efek-efek pengiring yang ditimbulkan model karena pebelajar menghidupi (living in) sistem lingkungan belajar, misalnya kemampuan berpikir kreatif sikap terbuka dan sebagainya.
Penjelasan masing-masing model pembelajaran individual
1.      Model Pengajaran Tak Terarah
Model pengajaran tidak terarah didasarkan pada karya Carl Rogers (1961, 1971) dan beberapa penggagas lain yang berkontribusi pada model ini. Kemunculan model ini diawali oleh sikap pelajar terhadap konseling tak terarah di mana klien yang memiliki kapasitas untuk menghadapi hidupnya secara konstruktif diberi kebebasan sepenuhnya untuk menentukan dan memilih hidupnya dengan tetap dibimbing dan diarahkan. Karena itu, dalam pengajaran tidak terarah, guru harus menghormati kemampuan siswa dalam mengidentifikasi masalah mereka sendiri dan merumuskan sebuah solusi. Model tidak terarah lebih fokus pada pengasuhan dan bimbingan pada siswa dibanding mengontrol urutan proses pembelajaran. Model ini menekankan pada pengembangan gaya pembelajaran yang efektif dan jangka panjang serta pengembangan karakter pribadi yang kuat dan bisa diarahkan. Model ini tidak memiliki instruksi jangka pendek ataupun sasaran materi pembelajaran. Guru dalam model ini haruslah sabar dan tidak memaksakan adanya hasil secara cepat dan sesegera mungkin.
a.      Sintaks
Tahap 1 : Identifikasi Masalah Personal
a)      Guru mendorong siswa mengungkapkan perasaannya dengan bebas.
Tahap 2 : Penelusuran Masalah
a)      Siswa dilarang untuk menjabarkan masalah guru
b)      Guru menerima dan mengapresiasi perasaan siswa
Tahap 3 : Pengembangan Wawasan
a)      Siswa mendiskusikan masalah
b)      Guru menyemangati siswa
Tahap 4 : Perencanaan dan Pembuatan Keputusan
a)      Siswa merencanakan rangkaian proses pengambilan keputusan
b)      Guru menjelaskan keputusan yang akan diambil
Tahap 5 : Keterpaduan
a)      Siswa mendapat wawasan lebih mendalam dan mengembangkan tindakan yang lebih positif.
b)      Guru bekerja sebagai penyemangat
Tahap 6 : Tindakan Diluar Wawancara
a)      Siswa mulai melakukan tindakan yang positif
b.      Sistem Sosial
Sistem sosial dalam strategi tak terarah mengharuskan guru berperan sebagai fasilitator atau reflektor. Namun hal yang paling penting untuk ditekankan adalah bahwa siswa bertanggung jawab pada pengelolaan proses interaksi atau kontrol ; Adanya pembagian kewenangan antara siswa dan guru. Norma-norma dalam konteks ini menyangkut ekspresi perasaan secara bebas dan kemandirian pikiran serta perilaku. Reward untuk perilaku atau hasil tertentu dan utamanya hukuman tidaklah diterapkan dalam strategi ini. Rewards dalam wawancara tidak terarah lebih subtil dan bersifat instrinsik penerimaan pemahaman dan empati dari guru. Pengetahuan mengenai diri sendiri dan rewards psikologis yang diperoleh dari kepercayaan diri kepercaya dirian yang dikembangkan sendiri oleh siswa.
c.       Peran atau Tugas Guru
Tugas guru didasarkan pada upaya menggiring siswa pada ranah penelitian. Guru sebisa mungkin menjangkau siswa, berempati pada kepribadian masalah yang dihadapi, dan merespons dengan berbagai cara untuk membantu siswa menjabarkan masalah dan perasaan yang bertanggung jawab kepada tindakan mereka, dan merencanakan sasaran-sasaran dan metode-metode dalam mencapai karakteristik siswa.
d.      Sistem Dukungan
Sistem dukungan dalam strategi ini berbeda menurut fungsi wawancara. Jika sebuah sesi wawancara adalah untuk menegosiasikan kontrak akademik,  maka hal-hal yang diperlukan dalam pembelajaran terarah diri atau self directed learning harus tersedia dan sesuai. Ketika wawancara mencakup proses konseling menyangkut masalah masalah perilaku, harus ada sumber-sumber yang dapat membantu guru melakukan hal semacam ini. Dalam kedua kasus tersebut situasi one-to-one masyarakat susunan ruang yang memudahkan siswa untuk berpindah disepanjang penjuru kelas dan untuk melakukan aktivitas yang berbeda serta menyediakan waktu yang luas dan tidak terburu-buru dalam membebaskan sebuah masalah dengan cukup mendetail. Untuk wilayah kurikulum akademik, semisal membaca, menulis pemain kesusastraan, dan ilmu sosial membutuhkan deretan materi yang cukup memadai.
e.       Pengaruh
Karena aktivitas pengajaran tidaklah diarahkan secara detail, namun ditentukan oleh siswa, maka pengaruh lingkungan sangat penting di sini. Model ini akan berpengaruh berdasarkan keberhasilan siswa dalam mengembangkan diri yang lebih efektif. Karena itulah, model ini bisa dianggap sebagai aktivitas pengasuhan secara keseluruhan. Namun, model ini lebih bergantung pada efek yang dirasakan dalam lingkungan tidak terarah dibanding memperhatikan capaian kontrol dan skill melalui aktivitas yang sudah dirancang khusus sebelumnya.

2.      Latihan kesadaran
Pembelajaran latihan kesadaran ini ditemukan oleh Fritz Perls dan Wilian Schultz. Ia menekankanpentingnyan pelatihan interpersonal sebagai sarana peningkatan kesadaran pribadi.
Khoiru, Sofan, dkk (2011) menjelaskan ada enpat tipe perkembangan yang dibutuhkan untuk merealisasikan potensi diri secara utuh, yaitu.
a.       Fungsi tubuh,
b.      Fungsi personal, termasuk di dalamnya akuisi pengetahuan dan pengalaman, kemampuan berpikir logis dan kreatif dan integrasi intelektual.
c.       Perkembangan interpersonal, dan
d.      Hubungan individu dengan institusi sosial, organisasi sosial dan budaya masyarakat.
Landasan prosedur pembelajaran ini adalah teori encounter. Penjelasan yang terdapat dalam teori ini merupakan penjelasan seputar metode untuk meningkatkan kesadaran hubungan antarmanusia yang didasarkan atas keterbukaan, kejuuran, kesadaran diri, tanggung jawab, perhatian terhadap perasaan diri sendiri dan orang lain, dan berorientasi pada keadaan sekarang. Pelaksanaan pembelajaran ini tidak menghabiskan waktu terlalu banyak. Pelaksanaannya dapat dilakukan dalam bentuk diskusi, keterbukaan dan kejujuran merupakan hal yang penting dalam pelaksanaannya. Penerapan pembelajaran ini dapat meningkatkan perkembangan emosi.
Penerapan pengajaran latihan kesadaran
Sampai saat ini, masih sangat sedikit sekolah atau guru yang menerapkan model ini. Permainan-permainan sederhana dapat dilakukan untuk keperiuan ini. Model ini juga dapat dilakukan sebagai selingan yang tidak memakan waktu terlalu banyak. Dalam pelaksanaan diskusi, keterbukaan dan kejujuran menjadi sangat penting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model ini dapat meningkatkan perkembangan emosi.
Prosedur pembelajaran pelatihan kesadaran hanya meliputi dua tahap, yaitu:
Fase
Kegiatan
Fase satu
-     Menyampaikan tugas.
-     Menyelesaikan tugas.
Mengamati aliran udara, membuat alat ukur kecepatan udara dan menggunakan alat ukur yang dibuat untuk mengukur kecepatan aliran udara.
Fase dua.
-      Mendiskusikan hasil pembuatan alat ukur.
-      Menggunakan alat ukur untuk mengukur kecepatan aliran udara dan kecepatan aliran air di alam terbuka, kecepatan aliran angin dari kipas angin, dan kecepatan aliran air di kran
-      Mempresentasikan
Hasil
-  Membuat alat ukur kecepatan udara dari bahan sederhana dan menentukan berapa besar alairan kecepatan udara di alam terbuka dan menghitung kecepatan aliran udara yang di hasilkan oleh kipas angin.
-  Menganalisis fungsi alat dan dan kemampuan alat yang di buat dapat dapat di gunakan untuk mengukur kecepatan aliran udara, aliran air dan batas kemampuan alat untuk dapat digunakan untuk mengukur kecepatan aliran udara di alam terbuka, kecepatan aliran air di sungai dan mengukur kecepatan aliran udara dari kipas angin dan kecepatan aliran air dari kran air di rumah.
-  Mempresentasikan hasil yang diperoleh.

3.      Sinetik
Menurut Aunurrahman (2013; 162) sinektik merupakan salah satu model pembelajaran yang didesain oleh Gordon yang pada dasarnya diarahkan untuk mengembangkan kreativitas. Gordon menggagas model sinektik dalam empat gagasan yang intinya. Menampilkan perubahan pandangan konvensional tentang kreativitas.
Pertama, kreativitas penting di dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Ia menekankan bahwa kreativitas sebagai bagaian dari keseharian dari kehidupan kita. Bahwa setiap individu selalu menghubungkan proses kreativitas dengan kegiatan yang ia lakukan. Karena kreativitas dilihat sebagai bagian dari pekerjaan keseharian. Maka model sinektik ini dirancang untuk mendorong kapasitas pemecahan masalah, mengekspresikan kreatif empati dan dorongan untuk memperkokoh hubungan-hubungan sosial.
Kedua, proses kreatif tidak sepenuhnya merupakan hal yang misterius. Banyak aspek pada proses kreatif yang dapat dijelaskan dan bahkan sangat mungkin bagi seseorang untuk mengarahkan dirinya sehingga mampu mendorong berkembangnya kreativitas. Hal ini menurut Gordon bertentangan dengan pandangan konvensional.
Ketiga, temuan tentang kreatif berlaku sama pada berbagai bidang, baik seni, ilmu pengetahuan, enginering, yang dicirikan dengan kesamaan proses intelektualnya. Ide-ide ini tentu berbeda dengan kebanyakan pendapat umum yang memandang bahwa kreativitas hanya identik dengan dunia seni. Dalam dunia sain dan enginering lebih dikenal dengan istilah penemuan (invention). Keempat, bahwa penemuan/berpikir kreatif (creative thinking) individu pada prinsipnya tidak berbeda.
Penerapan model sinetik dalam proses pembelajaran menurut Aunurrahman (2013;163) dilakukan dalam enam tahap:
a.       Guru menugaskan untuk siswa untuk mendeskripsikan situasi yang ada sekarang
b.      Siswa mengembangkan berbagai analogi, kemudian memilih satu diantara analogi tersebut kemudian mendeskripsikan dan menjelaskannya secara mendalam
c.       Siswa menjadi bagian dari analogi yang dipilihnya pada tahap sebelumnya
d.      Siswa mengembangkan pemikiran dalam bentuk deskripsi- deskripsi dari yang dihasilkan pada tahap dua dan tiga, kemudian menemukan pertentangan-pertentangan
e.       Siswa menyimpulkan dan menentukan analogi-analogi tidak langsung lainnya
f.       Guru mengarahkan agar siswa kembali pada tugas dan masalah semula dengan menggunakan analogi-analogi terakhir atau dengan menggunakan seluruh pengalaman sinektik.

Penerapan synectics dalam pembelajaran menurut Joyce (1992) seharusnya mengandungi tiga prinsip yaitu:
a.       Prinsip reaksi merujuk kepada respon guru terhadap pelajarnya.
Diharapkan guru menerima semua respon pelajar dalam apapun bentuknya dan menjamin bahawa hal tersebut seolah-olah merupakan ungkapan kreatif pelajar, akan tetapi melalui pertanyaan evokatif, guru dapat merangsang lebih lanjut kemampuan berfikir kreatifnya;
b.      sistem sosial mendeskripsikan peranan dan hubungan antara guru dan pelajar serta mendeskripsikan jenis norma yang disarankan. Sistem   sosial   dalam    synectics    terstruktur    secara sederhana, yang dalam praktiknya berupa guru mengawal dan mengarahkan pelajar untuk memecahkan masalah melalui analogi, mengembangkan kebebasan intelektual, dan memberikan hadiah yang nantinya akan menjadi kepuasan dalaman pelajar yang diperoleh dari pengalaman belajar;
c.       Sistem pendukung mengacu pada keperluan yang diperlukan untuk implementasi. Sistem pendukung dalam kegiatan synectics terdiri dari pengalaman guru tentang kegiatan synectics, lingkungan yang nyaman, makmal, atau sumber belajar lainnya.
4.      Sistem-sistem konseptual
Dalam pandangan teori sistem konseptual mendeskripsikan manusia menurut struktur konsep-konsep yang mereka gunakan untuk mengolah informasi mengenai dunia secara luas. Cenderung memiliki pandangan dikotomis mengenai hal-hal yang bersifat tabu, dan cenderung emosional dalam menyampaikan pandangan-pandangannya. Mereka cenderung menolak informasi yang tidak sesuai dengan konsep mereka, atau bahkan mengubahnya agar bisa cocok dengan konsep milik mereka sendiri. Sehingga mereka sering kali memandang orang-orang dan peristiwa-peristiwa menurut persepsi ’benar’ atau ‘salah’. Sedangkan konsep yang telah ada pada umumnya memang telah dilestarikan.
Dalam tingkat perkembangan yang lebih tinggi, orang mengembangkan kemampuan yang lebih hebat dalam memadukan informasi baru, tdak berpikiran miopi, dan bisa bertoleransi dengan pandangan lain yang berbeda yang lebih baik, selain itu, sturktur konseptual mereka dipermak sedemikian rupa dengan melakukan regenerasi; konsep yang telah lama dianggap asing sedangkan konsep yang baru dikembangkan. Misalkan saja, kita andaikan bahwa masing- masing individu dalam tingkatan perkembangan yang lebih rendah dan lebih tinggi tengah berada dalam lingkungan kebudayaan yang asing. Mereka menggenggam dompetnya, seakan menjaga dari komplotan pribumi yang tidak jujur dan bertangan kotor.
Orang yang telah berada dalam level pengembangan yang lebih tinggi tertarik oleh pandangan-pandangan, bunyi-bunyi, dan aroma- aroma yang baru. Ada hubungan yang cukup susbstansial antara perkembangan konseptual dan keadaan pertumbuhan guru yang kami amati. Omnivor dalam suatu proses pencarian yang terus menerus untuk mencari cara-cara yang lebih produktif untuk mengolah informasi dan mengasilkan struktur konseptual yang kompleks. Suatu perubahan untuk menuju orientasi yang lebih produktif melibatkan perubahan struktural- yakni kemampuan struktur yang lebih kompleks dalam menganalisis manusia dan kejadian-kejadian dari berbagai sudut pandang dan kemampuan untuk mengasimilasi informasi baru dan mengakomodasikannya.
5.      Model Pertemuan kelas (Classroom Meeting)
Pada 1969, William glasser merekomendasikan pelaksanaan classroom meeting sebagai salah satu bagian dari program yang bertajuk reality therapy”. Program ini dirancang untuk membantu siswa yang punya masalah dalam perilakunya sehari-hari untuk belajar bertindak dengan cara yang lebih bertanggung jawab. Belajar juga percaya bahwa jika siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran dan berusaha mengembangkan relasinya dengan sekolah, mereka akan mampu bertanggung jawab dalam proses belajar mengajar. Untuk itulah Glasser kemudian meminta sekolah untuk menerapkan model pengajaran classroom meeting. Dalam pengajaran ini, suasananya berlangsung positif. Guru tidak boleh menghakimi siapapun dalam interaksinya dengan siswa. Para siswa juga didorong untuk secara konstruktif berhadapan dengan siswa lain, namun dengan cara yang respek dan hormat-menghormati. Tentu saja sangat sulit menghindari suara-suara negatif dalam proses pelaksanaannya, tetapi seiring dengan waktu dan kebiasaan, program pengajaran ini bisa menjadi produktif bagi pengembangan sosio-emosional siswa dalam memecahkan suatu masalah.
a.      Sintak
Tahap 1 : Desain ruangan
a)      Guru meminta siswa untuk duduk melingkar titik yang dilakukan untuk mendorong partisipasi dan memungkinkan semua kelompok bisa melihat kelompok yang lain.
b)      Guru bisa mencari variasi lain dalam merancang produk posisi duduk siswanya. Intinya siswa harus ditempatkan dalam pola yang benar-benar produktif.
Tahap 2 : Alokasi waktu
a)      Guru mengalokasikan waktu sekitar 10 hingga 20 menit untuk siswa-siswa muda dan 30 hingga 45 menit untuk siswa dewasa. Pada tahap ini, diskusi antar siswa tidak boleh melebihi waktu yang telah ditentukan. Aturan soal waktu ini bisa mencegah mereka untuk melangkahi tanggung jawabnya sendiri dan hak orang lain untuk berbicara.
Tahap 3 :  Implementasi
a)      Guru membuka meeting dengan meminta siswa mendiskusikan topik seputar perilaku emosi, atau masalah-masalah yang terkait titik aturan-aturan yang berkaitan dengan bahasa kasar, komentar-komentar yang keras, atau hal-hal lain seharusnya sudah disepakati bersama siswa. Aturan mengenai kesepakatan berbicara juga penting. Jika ada seseorang siswa yang memonopoli percakapan guru sebaiknya segera memanggil siswa lain untuk berbicara atau bertanya pada siswa lain apakah mereka melihat bahwa siswa tadi sudah memonopolisasi pembicaraan. Guru membimbing siswa menjadi solusi permasalahan yang diangkat.

Tahap 4 : Rekognisi
a)      Guru memberi penghargaan atas partisipasi siswa yang luar biasa dalam pelaksanaan classroom meeting.
b.      Sistem Sosial
Dalam model pengajaran ini, guru harus mendorong agar diskusi bisa sampai pada solusi-solusi yang tidak menyudutkan atau menghakimi siapapun. Intinya, siswa harus didorong untuk mencari pemecahan, bukan celaan. Glasser percaya bahwa sebagian besar sekolah tidak bisa memenuhi beberapa kebutuhan siswa dalam pelaksanaan kurikulum ini. Setidak-tidaknya, ada empat kebutuhan yang belum terpenuhi antara lain : kebutuhan akan rasa memiliki (sense of belonging), kebutuhan akan kontrol diri atau (self control), kebutuhan akan kebebasan (sense of Freedom) dan kebutuhan akan kebahagiaan (sense of enjoyment). Model classroom meeting didesain salah satunya untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan tersebut.
c.       Peran/Tugas Guru
Glasser percaya bahwa guru memegang peranan dominan dalam menjaga efektivitas disiplin siswa. Menurut Glasser, ada beberapa tugas penting seorang guru dalam clasroom meeting, antara lain:  menekankan tanggung jawab, membuat aturan-aturan yang menuntun pada kesuksesan, tidak menghakimi, menghargai solusi dan pendapat siswa, menawarkan alternatif alternatif yang sesuai, konsisten, dan melakukan review berkelanjutan. Singkatnya dalam classroom meeting, peran guru adalah fasilitator siswa yang dapat membimbing mereka menuju pemecahan masalah yang efektif.
d.      Sistem Dukungan
Konteks ruang kelas harus disusun sedemikian rupa agar memungkinkan siswa bisa berhadapan dan saling berbagi opini untuk mencapai solusi atas permasalahan tertentu. Desain kelas yang berbentuk lingkaran bisa menjadi alternatif.
e.       Pengaruh
Beberapa pengaruh yang bisa dirasakan oleh guru dalam pelaksanaan classroom meeting ini antara lain : rasa memiliki dalam diri siswa,  motivasi siswa untuk bekerja atas nama kelompok, sharing bantuan dari siswa yang lebih baik kepada siswa yang kurang pandai, dan kecenderungan siswa untuk tidak terlalu bergantung pada guru tetapi lebih mengandalkan kerjasama dan bantuan dari teman-teman nya untuk mencapai solusi atau suatu permasalahan tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Huda, Miftahul. 2014. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana
Uno, Hamzah B.(2008). Model Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Sudjana, Nana. (2009). Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar Baru
Ali, Muhammad. (2000). Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru






Model Pembelajaran Perubahan Perilaku

A.     Konsep Model Pembelajaran Modifikasi Tingkah Laku Keluarga model-model tingkah laku ini penekanannya adalah atas usaha-usaha men...